
Anggapan cukup beralasan, karena Pulau Penyengat yang penduduknya hanya kurang lebih 200 kepala keluarga (KK) dengan luas pulau ±1,5 kilometer sebelah barat Kota Tanjungpinang, banyak menyimpan peninggalan sejarah zaman dulu.
Peninggalan sejarah hingga kini masih tetap terawat, antara lain Masjid Raya Sultan Penyengat, Benteng Bukit Kursi, Balai Adat, Makam Raja Abdul Rahman, Gedung Tengku Bilik, Gedung Mesiu, Istana Kantor, Makam Raja Jaafar, Sumur Puteri, Bekas Gedung Tabib, bekas Percetakan Rusdiyah Club, Bekas rumah hakim, Makam Tengku Halimah, Makam Raja Haji Fisabilillah, Benteng Bukit Punggawa dan sebagainya. Dengan adanya beberapa peninggalan sejarah tersebut, hingga saat ini, Pulau Penyengat menjadi objek wisata baik tourist lokal maupun tourist manca negara.
Nama Penyengat sendiri, menurut R Hamzah Yunus, dalam bukunya berjudul Peninggalan-Peninggalan Sejarah di Pulau Penyengat, bermula saat beberapa pelaut zaman lalu menyinggahi pulau tersebut. Sang pelaut mengambil air tawar disumur. Belum selesai mengambil air, segerombolan lebah menyerang. Beberapa pelaut terkena sengatan dan tewas. Sejak peristiwa itu, pulau ini dikenal bernama Penyengat.
Satu persatu, R Hamzah Yunus menggambarkan peninggalan yang ada. Antara lain:

Mesjid ini didirikan di atas kawasan yang telah dibeton dan diratakan setinggi 7 hasta dari tanah. Untuk mengangkat batu, mengisi tanah dan menimbun asas seluruh mesjid telah dikerjakan secara gotongroyong oleh seluruh penduduk Penyengat.

Makam Raja Haji Marhum Teluk Ketapang - terletak di Bukit Selatan Pulau Penyengat. Bersebelahan dengan pusara Habib Sekh, seorang ulama terkenal di zaman kerajaan Riau.
Raja Marhum adalah pangeran Suta Wijaya di Jambi - Ia berhasil menaklukkan musuh dan menjadi penguasa inderagiri. Ia juga mensponsori pengangkatan Syarif Abdul Rahman sebagai Sultan Pontianak. Membangun pulau Biram Dewa di Sungai Riau (Riau Lama) menjadi kota yang terkenal dengan sebutan Kota Piring.
Raja Marhum adalah pangeran Suta Wijaya di Jambi - Ia berhasil menaklukkan musuh dan menjadi penguasa inderagiri. Ia juga mensponsori pengangkatan Syarif Abdul Rahman sebagai Sultan Pontianak. Membangun pulau Biram Dewa di Sungai Riau (Riau Lama) menjadi kota yang terkenal dengan sebutan Kota Piring.
Bekas Istana Sultan Abdul Rahman Muazam Syah - Sisa bangunan istana Sultan Riau-Lingga yang terakhir ini sudah tidak ada lagi bekas-bekasnya. Istana yang disebut ‘’kedaton’’ luas dan arsitekturnya tak banyak berbeda dengan gedung daerah Tanjungpinang saat ini.
Bekas Gedung Tengku Bilik - Tengku bilik adalah adik Sultan Riau-Lingga terakhir. Bersuamikan Tengku Abdul Kadir. Bentuk bangunan ini merupakan ciri kesukaan bangsawan saat itu.
Bekas Gedung Tengku Bilik - Tengku bilik adalah adik Sultan Riau-Lingga terakhir. Bersuamikan Tengku Abdul Kadir. Bentuk bangunan ini merupakan ciri kesukaan bangsawan saat itu.
Makam Marhum Jaafar - Yang Dipertuan Muda VI. Komplek makam Raja Jaafar termasuk salah satu bangunan indah dengan pilar-pilar, kubah-kubah kecil yang dilengkjapi ukiran timbul, kolam air tawar, kolam untuk berwudhu dan hiasana lainnya.
No comments:
Post a Comment