Sejarah Pulau Penyengat tidak bisa dilepaskan dari Kepulauan Riau. Itulah sebabnya mengapa berkunjung ke ibukota Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Tanjungpinang tak lengkap jika tidak menyinggahi Pulau Penyengat. Ada juga sebagian orang muslim yang beranggapan kalau udah berada di Tanjungpinang, tidak sah kalau tidak menyempatkan diri berkunjung dan sholat di Masjid Raya Sultan Penyengat. Sebenarnya ini hanyalah mitos saja, karna dimana-mana sholat itu wajib 1 hari 5 waktu dan setaip muslim yang berkunjung wajib mejalankan ibadah sholat.
Anggapan cukup beralasan, karena Pulau Penyengat yang penduduknya hanya kurang lebih 200 kepala keluarga (KK) dengan luas pulau ±1,5 kilometer sebelah barat Kota Tanjungpinang, banyak menyimpan peninggalan sejarah zaman dulu.
Peninggalan sejarah hingga kini masih tetap terawat, antara lain Masjid Raya Sultan Penyengat, Benteng Bukit Kursi, Balai Adat, Makam Raja Abdul Rahman, Gedung Tengku Bilik, Gedung Mesiu, Istana Kantor, Makam Raja Jaafar, Sumur Puteri, Bekas Gedung Tabib, bekas Percetakan Rusdiyah Club, Bekas rumah hakim, Makam Tengku Halimah, Makam Raja Haji Fisabilillah, Benteng Bukit Punggawa dan sebagainya. Dengan adanya beberapa peninggalan sejarah tersebut, hingga saat ini, Pulau Penyengat menjadi objek wisata baik tourist lokal maupun tourist manca negara.
Nama Penyengat sendiri, menurut R Hamzah Yunus, dalam bukunya berjudul Peninggalan-Peninggalan Sejarah di Pulau Penyengat, bermula saat beberapa pelaut zaman lalu menyinggahi pulau tersebut. Sang pelaut mengambil air tawar disumur. Belum selesai mengambil air, segerombolan lebah menyerang. Beberapa pelaut terkena sengatan dan tewas. Sejak peristiwa itu, pulau ini dikenal bernama Penyengat.
Satu persatu, R Hamzah Yunus menggambarkan peninggalan yang ada. Antara lain:
Mesjid Raya Sultan Penyengat - Masjid ini merupakan cermin keagungan agama Islam di Penyengat. Dihiasi kubah-kubah, menara dan mimbar yang serba indah. Didirikan sekitar tahun 1249 H (1832 M) atas prakarsa Yang Dipertuan Muda VII, Raja Abdul Rahman (Marhum Kampung Bulang). Panjangnya dari Mesjid Raya Sultan Penyengat ini sekitar 19,80 meter dan lebar 18 meter. Di dalamnya ditopang 4 tiang beton. Pada tiap penjuru dibangun menara tempat bilal menyeru azan. Selain menara ada pula 13 kubah, ada yang 4 persegi. Seluruhnya berjumlah 17 manara dan kubah, sebayak rakaat sembahyang wajib umat Islam.
Mesjid ini didirikan di atas kawasan yang telah dibeton dan diratakan setinggi 7 hasta dari tanah. Untuk mengangkat batu, mengisi tanah dan menimbun asas seluruh mesjid telah dikerjakan secara gotongroyong oleh seluruh penduduk Penyengat.
Makam Engku Puteri Permaisuri Sultan Mahmud - Lokasinya terletak di daerah Dalam Besar. Pusaranya dikelilingi sebuah tembok beton. Ditenmgah tembok berdiri berdiri bangunan dan makam Makam Engku Puteri Permaisuri Sultan Mahmud. Di komplek Makam Engku Puteri Permaisuri Sultan Mahmud, ada pula pusara tokoh terkemuka kerajaan Riau, antara lain pusara Raja Haji Abdullah (Marhum Mursyid, Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga IX), Pusara Raja Ali Haji, pujangga Riau (Pengarang gurindam dubelas, Tuhfat al Nafis, Silsilah Melayu Bugis, dan sebagainya), pusara Raja Haji Abdullah (Hakim Mahkamah Syari’ah) dan pusara kerabat Engku Puteri lainnya.
Makam Raja Haji Marhum Teluk Ketapang - terletak di Bukit Selatan Pulau Penyengat. Bersebelahan dengan pusara Habib Sekh, seorang ulama terkenal di zaman kerajaan Riau.
Raja Marhum adalah pangeran Suta Wijaya di Jambi - Ia berhasil menaklukkan musuh dan menjadi penguasa inderagiri. Ia juga mensponsori pengangkatan Syarif Abdul Rahman sebagai Sultan Pontianak. Membangun pulau Biram Dewa di Sungai Riau (Riau Lama) menjadi kota yang terkenal dengan sebutan Kota Piring.
Bekas Istana Sultan Abdul Rahman Muazam Syah - Sisa bangunan istana Sultan Riau-Lingga yang terakhir ini sudah tidak ada lagi bekas-bekasnya. Istana yang disebut ‘’kedaton’’ luas dan arsitekturnya tak banyak berbeda dengan gedung daerah Tanjungpinang saat ini.
Bekas Gedung Tengku Bilik - Tengku bilik adalah adik Sultan Riau-Lingga terakhir. Bersuamikan Tengku Abdul Kadir. Bentuk bangunan ini merupakan ciri kesukaan bangsawan saat itu.
Makam Marhum Jaafar - Yang Dipertuan Muda VI. Komplek makam Raja Jaafar termasuk salah satu bangunan indah dengan pilar-pilar, kubah-kubah kecil yang dilengkjapi ukiran timbul, kolam air tawar, kolam untuk berwudhu dan hiasana lainnya.
Bukit Kursi - (benteng dan pertahanan), jumlahnya ada 12. Terletak di Bukit Batu dan Penggawa. Benteng dilindungi parit pertahanan yang berguna melindungi benteng.